Sektor pariwisata Indonesia mendapatkan fondasi hukum yang baru setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Paripurna Ke-6 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU)
Jakarta, 2 Oktober 2025 – Sektor pariwisata Indonesia mendapatkan fondasi hukum yang baru setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Paripurna Ke-6 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, yang menyampaikan pendapat akhir mewakili Presiden, menegaskan bahwa UU Kepariwisataan yang baru ini akan menjadi fondasi penting bagi pengembangan pariwisata Indonesia yang berkualitas, inklusif, adaptif, terencana, dan berkelanjutan.

Menjawab Tantangan Kualitas dan Keberlanjutan
Dalam paparannya di hadapan anggota dewan, Menteri Widiyanti menggarisbawahi sejumlah tantangan krusial yang diharapkan dapat dijawab oleh UU baru ini, antara lain: rendahnya kualitas layanan, kurangnya keterampilan SDM, degradasi lingkungan, tergerusnya budaya lokal, hingga minimnya manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal.
“Revisi RUU Kepariwisataan diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut. Pariwisata bukan hanya memperkenalkan keindahan alam dan budaya Indonesia ke dunia, tetapi juga membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa, dan menjadi motor penggerak ekonomi nasional,” ujar Menteri Pariwisata.
Menurutnya, UU ini akan memberikan kepastian hukum, mendorong pembangunan yang berorientasi pada kualitas dan keberlanjutan, serta menata arah pembangunan pariwisata yang lebih sistematis. Pengembangan pariwisata wajib menjaga keseimbangan antara pemberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan peningkatan ekonomi.
Paradigma Baru: Ekosistem Kepariwisataan dan Peran Lokal
RUU ini memperkenalkan paradigma baru, yaitu Ekosistem Kepariwisataan, yang bertujuan untuk memastikan pengelolaan pariwisata yang lebih holistik dan terintegrasi. Substansi penting dalam UU ini mencakup:
- Peningkatan Kualitas SDM: Melalui pendidikan formal dan informal serta penanaman kesadaran sadar wisata sejak dini.
- Penguatan Peran Lokal: Perencanaan pembangunan pariwisata akan berbasis ekosistem yang memperkuat peran masyarakat lokal melalui desa wisata dan kampung wisata.
- Pemanfaatan Teknologi: Pengelolaan destinasi dan daya tarik wisata akan didukung oleh pembangunan sarana dan prasarana serta pemanfaatan teknologi informasi.
- Promosi Global: Penguatan citra pariwisata nasional akan dilakukan melalui promosi berbasis budaya, pemanfaatan diaspora Indonesia, dan kolaborasi lintas kementerian.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menambahkan bahwa penyusunan RUU ini merekonstruksi landasan filosofis pariwisata nasional. “Jika sebelumnya pariwisata lebih dipandang sebagai pemanfaatan sumber daya, kini pariwisata ditempatkan sebagai instrumen pembangunan peradaban, penguatan identitas nasional, dan perwujudan hak asasi manusia untuk berwisata,” jelasnya.
Dengan disetujuinya RUU Kepariwisataan secara aklamasi, naskah ini akan segera disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk disahkan. UU ini diharapkan segera berlaku untuk memberikan landasan kerja bagi semua pihak dalam mengembangkan sektor pariwisata nasional.